Di setiap film superhero, kita selalu melihat jagoan yang epik—entah itu mengalahkan kejahatan, mengalahkan monster, atau menyelamatkan dunia dari ledakan luar biasa. Tapi, pernahkah terpikir bahwa di balik pahlawan itu ada seseorang yang, sambil menepuk bahu dan senyum kecil, bilang, “Ayo, kamu pasti bisa!”? Di balik kehebatan superhero, ada mentor yang mengajari mereka berkelahi dengan benar, ada pelatih yang bilang, “Latihan lagi, lima puluh kali!” Begitu juga di dunia nyata. Di balik setiap dokter, ilmuwan, dan insinyur sukses, ada pahlawan yang diam-diam mengajari mereka membaca huruf pertama, mengeja kata pertama, sampai akhirnya menulis impian mereka.

Para guru, orang tua, dan pendidik—mereka inilah yang diam-diam memberi “super-power” ke anak-anak kita agar mereka bisa mengeja kata “impian” dan kelak mewujudkannya. Walau tanpa drama heroik, mereka adalah para pahlawan yang gigih mengajarkan sesuatu yang kelihatannya sederhana tapi sebenarnya adalah modal penting untuk masa depan.

"One book, one pen, one child, and one teacher can change the world."

Bayangin betapa sulit dan heroiknya tugas para guru dan orang tua yang setiap hari coba bikin anak-anak duduk manis dan membuka buku. Bagi kita mungkin “membaca” terasa biasa saja. Tapi untuk anak-anak yang pikirannya kayak popcorn di microwave—meletup-letup ke sana ke mari—duduk tenang adalah ujian kesabaran. Dunia mereka adalah dunia bermain, berlari, lompat sana-sini. Mereka lebih tertarik pada mobil-mobilan di sudut kelas atau cicak di dinding daripada mengeja huruf “A” yang, bagi mereka, tampak asing.

Namun, saat para pahlawan literasi ini berhasil membuat anak-anak membuka halaman buku dan menatap huruf pertama, eh… ada saja gangguan! Satu anak nanya, “Bu, kenapa bentuk huruf A kayak gunung?” Yang lain bilang, “Pak, emang kita harus belajar baca, ya?” Bagi anak-anak, mungkin buku tampak seperti rubik yang lebih seru kalau ditonton daripada dimainkan. Tapi, para pahlawan literasi tetap sabar, tetap penuh cinta, dan tetap berjuang. Mereka tahu bahwa di balik setiap huruf yang tampak aneh itu, tersimpan potensi untuk kisah-kisah keren yang akan tercipta suatu hari nanti.

Kalau otak anak-anak diibaratkan komputer, mungkin mereka itu kayak komputer baru yang butuh “instal software” literasi. Setiap kali mereka belajar huruf baru, rasanya seperti “menginstal” program yang suatu hari akan membantu mereka menjalankan “operasi besar” dalam hidup. Ketika anak melihat gambar kucing dan mendengar suara “meong,” mereka sedang menambah “program” yang menghubungkan dunia visual dan dunia suara. Ini mungkin baru awal, tapi itu juga awal dari semua imajinasi dan kreativitas.

Namun, seperti komputer baru yang masih “nge-lag” karena butuh adaptasi, belajar huruf bisa jadi penuh tantangan. Anak-anak seringkali bingung antara huruf “b” dan “d,” atau angka “6” dan “9” yang seperti punya “konspirasi visual” tersendiri. Di sinilah para pahlawan literasi berperan, mengenalkan huruf dan angka dengan cara yang seru. Kadang lewat cerita, kadang lewat lagu, bahkan kadang lewat permainan yang mereka ciptakan sendiri agar anak-anak bisa mengingat bentuk dan bunyi huruf dengan mudah.

Lama-lama, semakin sering mereka ketemu huruf, “program literasi” di otak anak-anak ini pun makin lengkap—persis seperti komputer yang makin canggih setelah diinstal banyak aplikasi. Pada akhirnya, mereka siap menjalankan “dunia” mereka sendiri dengan lebih cerdas dan berani.

Nah, siapa nih yang pernah ngalamin momen epik waktu ngajarin anak baca-tulis? Awalnya sih optimis, udah siap mental sambil mikir, “Ah, gampang ini! Cuma A, B, C, kok!” Tapi begitu mulai, hmm… kayaknya nggak sesederhana yang dibayangkan, ya?

Intinya, di dunia anak-anak, huruf-huruf itu kadang jadi sekadar “lukisan abstrak” yang nggak ada bedanya sama mainan atau gambar lucu. Mereka nggak langsung paham kenapa kita ingin banget mereka kenalan sama huruf. Kita harus ekstra sabar, pintar-pintar cari cara yang bikin belajar huruf jadi sama serunya dengan main petak umpet atau lari-larian.

Jadi, buat para orang tua dan guru yang lagi berjuang, tenang aja, nggak perlu khawatir! Di bawah ini ada beberapa tips seru yang bisa membantu kalian jadi mentor dalam dunia baca-tulis, tanpa harus kehilangan akal tiap kali anak ngotot bahwa huruf “Q” harusnya temenan sama “G.” Yuk, kita coba cara-cara baru biar ngajarin baca jadi lebih lancar dengan tips seru ala Kumon!

Kumon baru saja menghadirkan pembelajaran bahasa untuk anak loh!, dan kalau bicara soal metode belajar, Kumon lebih seperti “dojo” khusus buat anak-anak yang belajar membaca, di mana setiap murid adalah “ninja literasi”-nya yang dilatih dari dasar dengan penuh kesabaran. Mungkin tidak ada aksi lompat-lompat dan berputar ala ninja di sini, tapi anak-anak dilatih langkah demi langkah dengan ketelitian ala ninja— yang tekun, sabar, dan konsisten. Setiap huruf yang mereka pelajari adalah seperti gerakan dasar, sementara setiap kalimat yang mereka baca adalah jurus baru yang kelak akan membuat mereka menjadi “pahlawan literasi” di dunia nyata.

Pendekatan Bertahap; Membimbing Anak Layaknya Berlatih di “Level Game” yang Pas

Bayangin Kumon seperti sebuah game, di mana setiap anak memulai di level yang sesuai dengan kemampuan mereka. Metode bertahap ini memungkinkan anak untuk menguasai satu “level” sebelum lanjut ke yang berikutnya. Jadi, tidak ada istilah “ketinggalan level” atau “terlalu sulit” di sini! 

Setiap lembar kerja Kumon disesuaikan dengan kemampuan masing-masing anak, layaknya game yang memberi pemain kesempatan untuk naik level setelah menguasai yang sebelumnya. Dengan cara ini, anak-anak pun jadi lebih percaya diri saat membaca, karena mereka selalu merasa sudah “level up”. Inspiratif bukan?.

Pengajaran Phonics; Menanamkan Kecintaan Membaca Lewat Bunyi-bunyian Seru

Di Kumon, belajar mengenal huruf dan bunyinya (phonics) itu seperti petualangan mencari harta karun untuk anak. Setiap huruf punya suara, dan setiap suara itu penting! Anak-anak diajak menyelami dunia suara, mulai dari bunyi “A” yang penuh semangat, sampai bunyi “S” yang terdengar seperti ular mengendap-endap. 

Pengajaran phonics ini adalah seperti memberi anak-anak “alat deteksi” suara yang bisa mereka pakai untuk mengeja kata-kata baru dengan lebih seru. Setiap bunyi adalah petunjuk, dan setiap kata adalah harta karun yang siap ditemukan, dan metode ini sangat jarang ditemukan di metode konvensional.

Membuat Literasi Jadi Menyenangkan (Dan Mengubah Buku Jadi Sumber Petualangan)

Metode Kumon tidak sekadar mengajarkan anak membaca buku—mereka mengajak anak melihat bahwa membaca adalah petualangan. Setiap kata di halaman buku adalah pintu ke dunia baru, dan setiap cerita yang mereka baca adalah pengalaman yang menyenangkan. 

Kumon tahu bahwa buku bisa jadi lebih seru dari sekadar tugas sekolah; Kumon menjadikannya seperti peta untuk menemukan harta karun, iya, seseru itu!. 

Anak-anak pun belajar bahwa membaca adalah hal yang seru, bukan sekadar kewajiban!

Kebiasaan Belajar Rutin; Seperti “Pelatihan Harian” ala Atlet Kecil

Kumon juga punya pendekatan keren untuk menumbuhkan kebiasaan belajar. Dengan tugas harian yang sederhana tapi konsisten, anak-anak diajak melatih diri sedikit demi sedikit setiap hari, layaknya atlet yang berlatih untuk pertandingan besar. 

Bisa dibilang, ini adalah latihan “maraton literasi” kecil yang membuat mereka jadi lebih disiplin, mandiri, dan fokus dalam belajar, karena sebenarnya belajar membaca itu bukan “sprint” lho, jadi tidak perlu buru-buru.

Bayangin, anak-anak tidak hanya belajar membaca, tapi juga belajar “mengatur strategi” agar bisa bertahan di setiap “tantangan” yang lebih sulit.

Pengulangan dan Latihan Dasar; Membangun “Otot Literasi” Anak-Anak

Bagi Kumon, dasar yang kuat adalah kunci. Jadi, mereka menekankan pengulangan dan latihan keterampilan dasar supaya setiap anak benar-benar paham sebelum melanjutkan ke yang lebih kompleks. 

Bisa dibilang seperti membangun “otot literasi” bagi anak-anak, agar setiap huruf dan kata yang mereka pelajari menjadi dasar yang kokoh. 

Berbeda dari metode tradisional yang kadang loncat-loncat materi, Kumon sabar mengajak anak “melatih otot-otot literasi” mereka hingga betul-betul kuat!

Keseimbangan antara Teknologi dan Belajar Manual; Membuat Buku Tetap “Bersinar” di Era Digital

Di era serba digital ini, teknologi memang punya pesona tersendiri, tapi di Kumon, lembar kerja dan buku fisik masih menjadi bintang utama! 

Semacam momen untuk cara belajar klasik—di mana anak-anak bisa langsung menyentuh dan mencoret setiap huruf dan angka. Sensasi membolak-balik halaman atau mencoret hasil kerjaan itu lebih dari sekadar belajar; itu tuh pengalaman nyata yang tak bisa tergantikan oleh layar.

Namun, Kumon nggak tutup mata pada teknologi, kok! Mereka memperkenalkan Kumon Connect, sebuah fitur digital yang membantu orang tua memantau perkembangan belajar anak secara langsung. Jadi, meskipun lembar kerja fisik tetap diutamakan, orang tua bisa ngecek progres si kecil kapan saja. Jadi, di Kumon, teknologi dan belajar manual beriringan—membuat proses belajar tetap fokus, tapi dengan sentuhan kemudahan di era digital ini.

Nah, Ayah dan Ibu, kalau sudah kebayang serunya metode Bahasa Indonesia Kumon, kenapa nggak langsung daftar? Anak-anak nggak cuma belajar membaca atau menulis, tapi mereka benar-benar bakalan tiap hari naik level. Kumon bukan sembarang les membaca—Kumon adalah kursus yang ngajak belajar huruf dan angka dengan cara yang bener-bener standout dan inspiratif. Jadi, kalau ada yang nanya, “Eh, anaknya udah bisa baca lancar belum?” Ayah dan Ibu bisa jawab sambil senyum bangga, “Wah, dia udah level master!” 

Dan nih, buat Ayah Ibu yang sibuk nan produktif, tenang aja. Kumon paham kebutuhan les membaca dan menulis yang nggak cuma asyik buat anak, tapi praktis juga buat orang tua. Dengan Kumon Connect, Ayah dan Ibu bisa ngecek perkembangan si kecil kapan pun. Lagi nunggu di antrian bank? Tinggal cek Kumon Connect buat lihat sejauh mana si kecil udah bisa “nangkep” huruf “g” dan “j” tanpa kebalik-balik! Lagi sibuk meeting? Kumon Connect bikin Ayah Ibu tetap jadi penonton kemajuan anak-anak, layaknya mentor superhero si-kecil di rumah!

Lebih asyik lagi nih, karena sekarang ada Program Coba Gratis yang khusus buat Ayah Ibu yang mau si kecil cobain kursus membaca di Kumon dulu. Program ini menawarkan empat kali pertemuan gratis selama 14 hari buat anak prasekolah sampai SMA, dengan pilihan belajar Bahasa Indonesia, Matematika, atau Bahasa Inggris. Nggak cuma itu, ada layanan konsultasi dan tes penempatan gratis juga, jadi Ayah Ibu bisa tenang soal adaptasi anak di kursus membaca anak ini.

Yuk, jadikan momen belajar jadi lebih seru! Cobain datang langsung ke kelas les membaca anak Kumon terdekat di kotamu dan daftarkan si kecil di Program Coba Gratis Bahasa Indonesia sekarang juga. Ayah dan Ibu siap-siap jadi saksi pertumbuhan pahlawan literasi di rumah!

Nah, gimana nih, Ayah dan Ibu? Udah kebayang serunya punya “superhero literasi” di rumah yang tiap hari makin jago baca dan nulis? Atau punya pengalaman seru sendiri ngajarin si kecil yang bikin ketawa-ketawa? Yuk, jangan ragu untuk berbagi cerita, tips, atau bahkan tantangan kalian di kolom komentar! Pasti banyak orang tua lain yang bisa relate dan mungkin butuh inspirasi dari kisah-kisah kalian. Kita tunggu cerita serunya di bawah, ya! 👇💬

5 2 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
4 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
Lihat semua
Cut Syifa
Cut Syifa
24 days ago

Wah, relate banget sama artikelnyaa Anak-anak emang imajinatif banget kalau lagi belajar hal baru. Dulu anakku asal ngeliat huruf r pasti ngeluarin suara RRROARR! hahahaha

adinda rahamtan
adinda rahamtan
24 days ago

Anakku suka baca buku cerita sambil tebak-tebakan gambar tapi kadang ceritanya jadi aneh banget, ia bilang burung di gambar itu lagi ngobrol sama gajah. Makin yakin deh buat daftarin dia ke Kumon biar beneran bisa baca :v

Diana Sari Wahyuni
Diana Sari Wahyuni
24 days ago

artikelnya menarik, santai seru dan lucu, mengalir aja gituu

Iqbal
Iqbal
26 days ago

Eh, ini program baru kumon ya?

4
0
Wajib komen!x
()
x

halo!
saat ini telity baru hanya tersedia di tampilan PC / laptop