Di Nanggroe Aceh yang dikenal kental dengan nuansa budaya, sejarah, dan syariat Islam, muncul sosok seorang pahlawan yang tidak pernah pamrih, berharap pengakuan, namun terus berbagi harapan untuk mereka yang dianggap “hilang” oleh masyarakat.
Namanya Pak Muhammad Nasir, seorang ayah tangguh yang memilih jalan hidup tak biasa. Ketimbang menjauhi atau menghakimi para pecandu narkoba, ia justru hadir untuk merangkul dan membimbing mereka kembali ke jalan hidup yang lebih baik.
Ia melihat nilai yang mungkin tak lagi diakui orang lain—bahwa setiap pecandu adalah manusia yang layak diberi kesempatan kedua.
"Mereka telah melalui salah satu pertarungan terberat dalam hidup mereka, dan saat mereka berjuang untuk pulih, kita tidak boleh berpaling. Kita harus menjadi teman yang selalu ada dan memahami mereka"
Ucap Pak Nasir
Prevalensi penyalahgunaan narkoba di Indonesia kian memprihatinkan dan membutuhkan perhatian serius. Berdasarkan data terbaru, pada tahun 2023 Badan Narkotika Nasional (BNN) melaporkan sekitar 3,3 juta orang atau 1,73% dari total populasi Indonesia berusia 15-64 tahun terlibat dalam penyalahgunaan narkoba, “hampir di setiap desa pasti ada pecandu-nya” ucap Pak Nasir dengan yakin.
Sebagai mantan pekerja di lembaga rehabilitasi narkoba, Pak Nasir tahu betul bahwa siklus kecanduan tidaklah mudah dipatahkan. Ia mengenali wajah-wajah yang sama, mereka yang datang berulang kali ke rehabilitasi, masuk dan keluar penjara, hanya untuk kembali ke lingkaran yang sama. “Dari rehab ke rehab, bahkan ke penjara—polanya berulang terus dengan orang yang sama” ungkapnya.
Ia melihat bahwa 70% dari mereka yang masuk ke rehabilitasi adalah orang yang sama, berkali-kali berjuang namun tersisih kembali. Pak Nasir menyadari bahwa setelah program rehabilitasi selesai, para pecandu ini memerlukan dukungan lebih dari sekadar obat-obatan; mereka membutuhkan seseorang yang benar-benar peduli untuk menyambut mereka di dunia luar. Itu realitas yang menguatkan keinginannya untuk bertindak lebih dari sekedar merasa prihatin.
Dari pengamatan dan kepeduliannya itu, lahirlah program “Peduli Pecandu.” Pak Nasir tidak sekadar membantu mereka pulih dari kecanduan fisik, tetapi juga membimbing mereka membangun kembali kehidupan sosial dan ekonomi mereka.
Lewat inisiatif ini, ia berusaha menghapus stigma negatif yang menyelimuti pecandu dan menggantinya dengan harapan serta kepercayaan bahwa mereka mampu memperbaiki diri. “Mereka telah melalui salah satu pertarungan terberat dalam hidup mereka, dan saat mereka berjuang untuk pulih, kita tidak boleh berpaling. Kita harus menjadi teman yang selalu ada dan memahami mereka,” tuturnya.
Namun, upaya ini bukan tanpa tantangan. Dalam perjalanannya, Pak Nasir kerap menghadapi kendala dari berbagai pihak—mulai dari ketidakdisiplinan peserta hingga skeptisisme masyarakat sekitar. “Mereka sering bolos atau sulit ditemui, tapi di situlah letak ujian kita. Jika kita cepat menyerah, siapa lagi yang akan percaya kepada mereka?” katanya. Pak Nasir memutuskan untuk terus maju meski dihadang rintangan, dengan keyakinan bahwa usaha yang ia lakukan akan membuahkan hasil pada saatnya.
Apalagi menurut Pak Nasir dari pengalaman kerjanya selama ini, peredaran narkoba tidak hanya menjerat orang dewasa; anak-anak dan remaja pun menjadi korban. Pak Nasir tak bisa menahan rasa miris ketika menemukan langsung para korban pecandu yang masih anak-anak, yang kehilangan masa depannya karena malu, tidak bisa bersekolah, tidak diterima keluarga dan lingkungannya. Membuat mereka tersisih dan terbuang, termasuk dari keluarganya sendiri yang tidak memahami proses rehabilitasi–penyembuhan anak-anak mereka yang telah menjadi korban. Karena dianggap telah menjadi pasien rumah sakit jiwa selama proses rehabilitasi.
Anak-anak yang seharusnya tengah menimba ilmu di sekolah atau bermain bebas di usia yang masih belia, justru terperangkap dalam dunia gelap narkoba. Bagi Pak Nasir, ini bukan sekadar masalah sosial, tetapi tragedi kemanusiaan yang perlu diatasi.
Selama bertahun-tahun, “Peduli Pecandu” telah menjangkau lebih dari 200 orang di Aceh, terutama di wilayah Bireuen dan Pidie Jaya. Dari mereka yang terbantu, sekitar 150 orang telah berhasil keluar dari kecanduan dan mulai menata hidup baru.
Kisah mereka adalah bukti nyata bahwa, dengan bantuan yang tepat, mereka mampu bangkit dan memberikan dampak positif di tengah masyarakat. Salah satunya adalah D, seorang remaja (20 tahun) yang setelah direhabilitasi merantau ke Jakarta untuk bekerja dan berbisnis. Kini, ia bahkan membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain, memberdayakan mereka untuk kembali mandiri.
Lalu ada J, seorang pemuda yang terjebak dalam dunia narkoba sejak remaja. Setelah mengikuti program “Peduli Pecandu,” J memutuskan untuk kembali ke desa dan menjadi petani organik. Tak hanya itu, ia mengajak para pemuda setempat untuk berkecimpung di dunia pertanian, memberikan mereka tujuan dan harapan baru. Dengan bekal yang didapat selama rehabilitasi, J mengajarkan teknik bertani modern dan berkelanjutan, menjadikan pertanian sebagai jalan untuk menjauhi bahaya narkoba.
Namun, Pak Nasir tahu bahwa perubahan sesungguhnya memerlukan perubahan pola pikir masyarakat. Karena itu, ia juga fokus mengedukasi lingkungan masyarakat sekitar yang masih “gagal paham” tentang rehabilitasi seolah sebagai pasien sakit jiwa, dengan mengadakan sesi diskusi di desa-desa. Di sana, ia mengundang mantan pecandu yang kini telah berhasil bangkit untuk berbagi pengalaman.
Melalui cerita dan kesaksian mereka, masyarakat mulai melihat bahwa mantan pecandu bukanlah ancaman, melainkan potensi yang dapat membangun lingkungan sekitarnya. Bahkan rehabilitasi adalah salah satu bagian dari proses penyembuhan, bukan untuk merendahkan para pecandu yang ingin disembuhkan.
Bukti yang mengesankan dari hasil program ini. Peduli Pecandu mencatatkan penurunan angka kekambuhan para pecandu yang sangat baik. Kombinasi terapi medis, dukungan sosial, dan pemberdayaan ekonomi pasca-rehabilitasi memberikan hasil yang lebih baik dan lebih stabil bagi para peserta program. Mereka tidak hanya diberikan cara untuk pulih, tetapi juga kesempatan untuk kembali berkontribusi bagi masyarakat.
Program ini terus berjalan dan berkembang, karena para peserta yang berhasil pulih akan memperkenalkan program ini kepada rekan-rekan mereka yang masih berjuang, semacam “Program getok tular”—berbagi pengalaman sebagai pembelajaran, sehingga penerimaannya semakin luas.
Pak Nasir juga selalu membuka pintu bagi siapa saja yang ingin mengunjungi atau belajar dari program ini, menunjukkan ketulusannya dalam membantu setiap individu yang membutuhkan.
Pak Nasir memiliki impian besar; ia berharap program Peduli Pecandu dengan pola pendekatan yang lebih personal, dan memanfaatkan para pecandu yang telah sembuh sebagai “agen Program getok tular”di garda depan, bisa diduplikasi dan dapat diterapkan di seluruh Indonesia.
Ia yakin bahwa kecanduan narkoba bukan hanya permasalahan lokal, melainkan permasalahan nasional yang memerlukan pendekatan holistik di tengah kekuatiran kita terhadap kondisi “darurat narkoba” di negara kita. Dengan model ini, Pak Nasir bermimpi agar setiap korban narkoba di Indonesia memiliki kesempatan yang sama untuk bisa bangkit dan berjuang.
Jika program “Peduli Pecandu” dapat diterapkan di berbagai wilayah Indonesia, ada potensi besar untuk menciptakan gelombang perubahan sosial yang lebih luas. Dukungan pemerintah, lembaga masyarakat, dan sektor swasta bisa membantu memperluas jangkauan program ini ke daerah-daerah yang rawan kecanduan.
Termasuk kolaborasi dengan pemanfaatan program Pemerintah seperti Balai Latihan Kerja (BLK) dan melalui jaringan nasional, program ini diharapkan bisa menjangkau lebih banyak korban kecanduan, memberikan mereka harapan baru, serta menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan penuh dukungan.
Dengan semakin banyaknya dukungan masyarakat dan pemerintah, diharapkan stigma negatif terhadap para mantan pecandu akan semakin berkurang, dan keberadaan mereka dalam komunitas justru dianggap sebagai sebuah kekuatan yang dapat membawa perubahan positif.
Model pendekatan holistik “Peduli Pecandu” dapat menjadi inspirasi untuk pendekatan serupa di seluruh Indonesia, menciptakan lingkungan yang lebih ramah, terbuka, dan mendukung bagi pemulihan pecandu serta integrasi mereka ke dalam masyarakat.
Melalui “Peduli Pecandu,” Pak Nasir menunjukkan bahwa perubahan bukan hanya mungkin, tetapi mutlak diperlukan. Bahwa di balik sosok yang selama ini dianggap hilang dan terbuang, terdapat jiwa yang berharga, siap diperjuangkan dan diberdayakan.
Pak Nasir, dengan ketulusan dan keberanian yang luar biasa, terus berada di garda terdepan, memberikan kesempatan bagi mereka yang tidak lagi dipercayai, menunjukkan bahwa sebuah komunitas yang peduli bisa menjadi kunci pemulihan, membuka jalan bagi Indonesia yang lebih sehat dan manusiawi.
Ya Allah, miris jg klo anak2 sampe kecanduan gitu.. Tp senengnya liat Pak Nasir mau turun tangan buat bantu mereka balik ke jalan yg lebih baik
Kadang kita lupa klo mereka juga manusia yg punya cerita. Salut sih Pak Nasir bisa ngeliat sisi baik dan ngasih kesempatan kedua buat mereka, Ini sih bukan sekedar program, tapi misi hidup yg bener2 mulia, Inspiratif bgt